وفروض الوضوء ستة اشياء النية عند غسل الوجه وغسل الوجه وغسل اليدين إلى المرفقين ومسح بعض الرأس وغسل الرجلين إلى الكعبين والترتيب على ما ذكرناه
“Rukun wudhu ada enam; niat ketika membasuh muka, mambasuh wajah,
membasuh kedua tangan sampai siku-siku, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua
kaki sampai mata kaki, tertib sesuai yang kami sebutkan”(Matan Abi Syuja’)
Prolog
Kitab Al-Ghayah wa At-Taqrib atau yang lebih dikenal sebagai Matan Abu Syuja adalah kitab fikih ringkas milik mazhab Syafi'i yang dikarang oleh Al-Qadhi Abu Syuja. Kitab ini disebut juga Al-Ghayah al-Ikhtishar atau Mukhtashar Abu Syuja.
Kitab ini banyak dipelajari dipondok-pondok pesantren di Indonesia, karena kebanyakan mengikuti mazhab fikih Imam asy-Syafi'i. Imam Al-Qadhi Abu Syuja’ menulis kitab ini atas permintaan para muridnya dan teman–temannya dengan tujuan agar orang yang belajar fikih agama dapat mengetahui hukum agama secara singkat dan mudah
Kitab ini membahas fikih dengan sangat ringkas dan mudah dipahami dan ditujukan lebih untuk pemula dan awam. Kitab ini terbagi mejadi beberapa bab, di antaranya: Kitab Thaharah, Kitab Salat, Kitab Zakat, Kitab Puasa, Kitab Haji, Kitab Jual Beli dan Mu’amalat Lainnya, Kitab Nikah, Kitab Jinayat, Kitab Hudud, Kitab Jihad, Kitab Perburuan dan Penyembelihan, dll. adapun pembahasan kita kali ini adalah seputar kitab Thaharah.
Penjelasan Matan:
Rukun wudhu ada enam perkara sebagaimana yang disebutkan diatas, dalil disyariatkannya wudhu dan rukunnya berdasarkan firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى
الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Qs. Al-Maa`idah: 6)
Niat
Ketika Hendak Membasuh Wajah (النية عند غسل الوجه)
Niat
menjadi rukun karena wudhu adalah ibadah dan niat dapat membedakan ibadah dengan
adat, hal ini berdasarkan hadis Rasulullah:
انما الاعمال با النيات وانما لكل امرؤ ما نوي
“sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya, dan setiap orang
hanya akan mendapatkan apa yang diniatkan”
(HR. Bukhari 1 dan Muslim 1907)
Orang yang berwudhu hendaklah meniatkan
salah satu dari tiga hal berikut:
Pertama:Berniat menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats
Kedua:Berniat agar diperbolehkan sholat atau hal ibadah lain yang tidak
diperbolehkan kecuali dalam keadaan suci
Ketiga:Berniat untuk menunaikan fardhu wudhu walaupun yang berniat adalah
anak kecil
Jika
ada orang yang hanya berniat “bersuci” saja dan tidak meniatkan “bersuci
dari hadas” maka menurut pendapat yang shahih niatnya tidak cukup, sebab
bersuci adakalanya dari hadast dan adakalanya dari najis (Kifayatul Akhyar
Hlm. 24)
Membasuh
Wajah (وغسل
الوجه)
Hal ini berdasarkan firman AllahTa’ala:
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
“maka basuhlah wajahmu” (Qs. Al-Maa`idah:
6)
Bagian
wajah adalah dari tempat tumbuhnya rambut kepala hingga bagian bawah dagu
(tulang rahang bawah) untuk ukuran panjangnya, dan dari telinga ketelinga untuk
ukuran lebarnya, termasuk juga bagian dari wajah adalah rambut-rambut yang
tumbuh dibagian muka, alis, bulu mata, janggut, jambang, kumis, dan bulu yang
tumbuh dipipi, serta wajib membasuh semua bagian wajah (Al-Fiqh Al-Manhaji
1/177)
Rambut
yang tumbuh dimuka dibagi menjadi dua:
Pertama: Rambut yang tumbuh tidak keluar dari wajah seperti, alis, kumis,
jambang dan bulu mata, jika tidak lebat maka wajib dibasuh luar dan dalam, jika
lebat maka cukup membasuh bagian luarnya saja.
Kedua: Rambut-rambut
yang tumbuh keluar dari batas wajah seperti janggut, hanya diwajibkan membasuh
luarnya saja, adapun menyela-nyela janggut hukumnya sunnah. (Kifayatul
Akhyar Hlm. 26)
Membasuh
Kedua Tangan Sampai Siku-Siku (وغسل اليدين إلى المرفقين)
Hal ini berdasarkan firman Allah:
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
“dan
tanganmu sampai dengan siku,”(Qs. Al-Maa`idah:
6)
Siku adalah salah satu anggota tubuh yang
harus dibasuh ketika berwudhu, hal ini berdasarkan hadis Abu HurairahRadhiyallahu
‘Anhu:
أنه توضأ فغسل
وجهه فأسبغ الوضوء، ثم غسل يديه اليمنى حتى شرع في العضد، ثم قال: هكذا رأيت رسول
الله - صلى الله عليه وسلم - كان يتوضأ».
“dia berwudhu dengan membasuh wajahnya,
kemudian membasuh tangan kanan kemudian
tangan kiri hingga bagian lengan, mengusap kepala, kemudian membasuh
kaki kanan, kemudian kaki kiri hingga bagian betis, kemudian berkata;
demikianlah aku melihat Rasulullah berwudhu”
(HR. Muslim 246)
Wajib
meratakan air keseluruh bulu dan kulit, dan sekiranya terdapat kotoran dibawah
kukunya atau memakai cincin yang dapat menghalangi air sampai kekulit maka
wudhunya tidak sah (kifayatul akhyar hlm. 26)
Hal
ini berdasarkan hadis Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘Anhuma berkata:
رجعنا مع رسول الله من مكة إلى المدينة حتى إذا كنا في الطريق تعجل قوم
عند العصر فتوضؤا وهم عجال فانتهينا إليهم وأعقابهم تلوح لم يمسها الماء فقال
النبي عليه السلام ويل للأعقاب من النار أسبغوا الوضوء
“kami pulang bersama-sama Rasulullah dari
Makkah ke Madinah, ketika kami sampai
kekawasan air dipertengahan jalan, sekumpulan orang bergegas sholat Asar,
mereka berwudhu dengan tergesa-gesa, kamipun menghampiri mereka dan mendapati tumit
mereka tidak terkena air, kemudian Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam
celakalah tumit mereka disebabkan oleh neraka, oleh karena itu berwudhulah
dengan sempurna” (HR. Bukhari
161 dan Muslim 241)
Dan berdasarkan hadis:
عن عمر بن الخطاب: أن رجلاً توضأ، فترك موضع ظفر على قدمه، فأبصره
النبي صلى الله عليه وسلم وقال: " ارجع فأحسن وضوءك, فرجع ثمَّ صلى "
“dari Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu
ia berkata; bahwa ada seorang laki-laki yang berwudhu dan meninggalkan basuhan
pada tumitnya, lalu Rasulullah melihatnya dan berkata ‘ulanglah dan berwudhulah
dengan sempurna, lalu dia mengulanginya dengan sempurna kemudian mendirikan
sholat.” (HR. Muslim 243)
Kedua
hadis diatas menunjukkan bahwa wudhu tidak sah jika ada anggota wudhu yang
wajib dibasuh tapi tidak dibasuh walaupun sedikit (Al-Fiqh Al-Manhaji 1/168)
Mengusap
Sebagian Kepala (ومسح بعض الرأس)
Hal ini berdasarkan firman Allah:
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
“dan usaplah kepalamu” (Qs. Al-Maa`idah: 6)
Dan juga berdasarkan hadis Mughirah bin
Syu’bah:
ان رسول الله
توضأ و مسحبناصيتهوعليعمامته
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berwudhu lalu beliau mengusap
ubun-ubunnya dan diatas serbannya”
(HR. Muslim 274)
Mengusap
kepala atau sebagiannya adalah harus, ubun-ubun adalah bagian atas kepala,
perbuatan menyapu ubun-ubun menunjukkan bahwa menyapu bagian mana saja dari
kepala sudah cukup (Al-Fiqh Al-Manhaji 1/179)
Batasan
rambut yang harus dibasuh adalah tidak keluar dari batas kepala, walaupun dipanjangkan sekalipun seperti rambut
keriting.
Ikhtilaf Ulama
:
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa yang wajib untuk diusap tidak semua bagian
kepala, melainkan sekadar sebagian kepala. Yaitu mulai ubun-ubun dan di atas
telinga.
Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa yang diwajib diusap pada bagian kepala adalah
seluruh bagian kepala. Bahkan Al-Hanabilah mewajibkan untuk membasuh juga kedua
telinga baik belakang maupun depannya. Sebab menurut mereka kedua telinga itu
bagian dari kepala juga
Asy-syafi`iyyah mengatakan bahwa yang wajib diusap dengan air hanyalah sebagian dari kepala, meskipun hanya satu rambut saja. Dalil yang digunakan beliau adalah hadits Al-Mughirah Bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika berwudhu` mengusap ubun-ubunnya dan imamahnya (sorban yang melingkari kepala), seperti yang saya sebutkan sebelumnya.
Membasuh
Kedua Kaki Hingga Mata Kaki (وغسل الرجلين إلى الكعبين)
Hal ini berdasarkan firman Allah:
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maa`idah: 6)
Imam
Nawawi dalam syarah muslim berkata “para ulama sepakat mengenai apa yang
dimaksud dengan dua mata kaki, yaitu dua tulang yang nampak menonjol diantara
betis dan telapak kaki, dan pada tiap-tiap satu kaki terdapat dua mata kaki (Kifayatul
Akhyar hlm. 27)
Tertib
(والترتيب)
Kefardhuannya
diambil dari surah Al-Maidah: 6, karena huruf ‘wawu’ didalam ayat
tersebut bermakna tertib berurutan, dan juga diambil dari perbuatan Rasulullah
yang selalu berwudhu dengan tertib berurutan sesuai yang disebutkan didalam
ayat tersebut, tidak pernah terdengar oleh kita melainkan cara berwudhu
Rasululah pasti dengan tertib.
Yang
dimaksud dengan tertib adalah membersihkan anggota wudhu secara berurutan mulai
dari awal hingga akhir.
Ikhtilaf Ulama
Al-Hanafiyah
dan Al-Malikiyahmengatakan
tertib tidak merupakan bagian dari fardhu wudhu`, melainkan hanya sunnah
muakkadah. Adapun urutan yang disebutan di dalam Al- Quran, bagi mereka
tidaklah mengisyaratkan kewajiban berurutan. Sebab kata penghubunganya bukan tsumma(
ثم )
yang bermakna; ‘kemudian’ atau ‘setelah itu’
0 Komentar