Post Terbaru

6/recent/ticker-posts

Intro

Halo, Saya Iqbal Mubarok, Selamat datang !

Hukum Sholat SUNNAH QOBLIYAH Jum`at (PART 2)



KELOMPOK-KELOMPOK YANG BERBEDA PENDAPAT
Dari hadis-hadis diatas terdapat dua kelompok besar yang saling berbeda pendapat tentang disunnahkannya sholat qobliyah jumat, padahal mereka berdalil dengan dalil yang sama, tapi menghasilkan kesimpulan yang berbeda, adapun kelompok-kelompok itu adalah:
1.      Kelompok yang meyakini bahwa sholat qobliyah jumat itu adalah sunnah
Mereka berargumentasi dengan:
Dalil umum:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُغَفَّلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ يَشَاءُ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِم)ٌ
وَالْمُرَادُ بِالْاَذَانَيْنِ اْلاَذَانُ وَاْلاِقَامَةُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاء
“Dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu’anh, dari Nabi Shallahu’alaihi wasallam, bersabda: “Di antara setiap dua adzan, terdapat shalat yang didirikan. Di antara setiap dua adzan, terdapat shalat yang didirikan. Di antara setiap dua adzan, terdapat shalat yang didirikan.” Nabi Shallahu’alaihi wasallam bersabda pada ucapan ketiga: “Bagi yang menghendakinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Maksud dari kata dua azan pada hadis ini adalah azan dan iqomah berdasarkan kesepakatan para ulama.
Hadits di atas menjadi dasar bagi disunnahkannya Shalat Qabliyah apa saja atau secara umum, termasuk shalat Jum’at. Sedangkan yang dimaksud dengan adzan dalam hadits di atas, adalah antara adzan dan iqamah berdasarkan kesepakatan para ulama, sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (juz III, hal. 503). Dengan demikian, hadits di atas secara umum memberikan kesimpulan, bahwa di antara setiap adzan dan iqamah terdapat Shalat Qabliyah yang disunnahkan, termasuk shalat Jum’at.
Berkaitan dengan hadits Abdullah bin Mughaffal di atas, sebagian kelompok yang membid`ahkan solat sunnah qobliyah jumat menampakkan inkonsistennya dalam memahami hadits-hadits Nabi Shallahu’alaihi wasallam. Di satu sisi, mereka menolak adanya bid’ah hasanah, berdasarkan keumuman hadits kullu bid’atin dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat). Padahal keumuman hadits ini, telah dibatasi oleh sekitar 300 hadits dan atsar ulama Salaf yang shaleh. Di sisi lain, mereka menolak keumuman hadits Abdullah bin Mughaffal di atas, yang berbunyi baina kulli adzanaini shalatun (setiap di antara adzan dan iqamah, terdapat shalat sunnah yang didirikan), dan mengecualikan shalat Jum’at dari keumuman hadits tersebut. Padahal hadits tersebut tidak ada yang membatasi jangkauan hukumnya.
Dan hadis Nubaisyah al-hudzali:
عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ ثُمَّ أَقْبَلَ إِلىَ الْمَسْجِدِ لاَ يُؤْذِيْ أَحَدًا فَإِنْ لَمْ يَجِدِ اْلإِمَامَ خَرَجَ صَلىَّ مَا بَدَا لَهُ وَإِنْ وَجَدَ اْلإِمَامَ قَدْ خَرَجَ جَلَسَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ حَتَّى يَقْضِيَ اْلإِمَامُ جُمْعَتَهُ وَكَلاَمَهُ إِنْ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ فِيْ جُمْعَتِهِ تِلْكَ ذُنُوْبُهُ كُلُّهَا أَنْ تَكُوْنَ كَفَّارَةً لِلْجُمْعَةِ الَّتِيْ تَلِيْهَ
Dari Nubaisyah al-Hudzali Radiyallahu’anh, Nabi Shallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang Muslim mandi pada hari Jum’at, lalu berangkat ke Masjid tanpa mengganggu atau menyakiti orang lain. Apabila ia tidak mendapati imam telah keluar, maka ia shalat sunnat sesuai yang telah ditetapkan. Apabila imam telah keluar, maka ia duduk mendengarkan khutbahnya sampai imam menyelesaikan jum’at dan khuthbahnya. Maka apabila semua dosa orang tersebut tidak diampuni pada Jum’at itu, maka Jum’atnya menjadi penebus dosanya sampai Jum’at berikutnya.” (HR. Ahmad).
Dalam hadits di atas diterangkan tentang keutamaan seseorang yang menunaikan shalat sunnah Jum’at sebelum imam keluar atau datang ke Masjid. Tentu saja, shalat tersebut adalah shalat Qabliyah Jum’at. Al-Imam al-Syaukani, menguraikan dalam kitabnya Nail al-Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar (juz III, hal 314), sekian banyak dalil kesunnahan shalat Qabliyah Jum’at, dan mematahkan argumentasi kelompok yang menganggapnya tidak sunnah.
Dalil qiyas:
Di antara dalil kesunnahan shalat Qabliyah Jum’at adalah dalil qiyas (analogi), yaitu diqiyaskan dengan shalat Dhuhur, imam bukhari meriwayatkan:
… عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ وَبَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ. (صَحِيْحُ الْبُخَارِيُّ
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam selalu menunaikan shalat sunnah dua raka’at sebelum Dhuhur dan sesudahnya.” (HR. al-Bukhari [937]).
Dalam kutipan di atas, al-Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya menulis bab khusus tentang kesunnahan shalat Qabliyah dan Ba’diyah Jum’at. Kemudian beliau menjelaskan dasar hukumnya, yaitu hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam menunaikan shalat sunnah dua raka’at sebelum dan sesudah shalat dhuhur. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa al-Imam al-Bukhari mengqiyaskan shalat Jum’at dengan shalat dhuhur.
2.      Kelompok yang meyakini bahwa solat sunnah qobliyah jumat tidak ada
Kelompok ini mengatakan:
Jika memperhatikan berbagai riwayat-riwayat tentang shalat sebelum khotib naik mimbar maka kita akan dapatkan bahwa tidak ada shalat sunnah qabliyah jumat. Karena riwayat-riwayat yang ada berbicara tentang adanya shalat sunnah mutlak. Artinya seseorang boleh shalat sunnah sebelum shalat Jum’at. Seperti beberapa riwayat di bawah ini:
عن سَلْمَانَ الْفَارِسِي رضي الله عنه قَالَ : قَالَ النَّبِي صلى الله عليه وسلم : ( لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ ، فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ، ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى ) رواه البخاري : 883
Dari Salmaan Al Faarisi, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, lalu ia bersuci semampu dia, lalu ia memakai minyak atau ia memakai wewangian di rumahnya lalu ia keluar, lantas ia tidak memisahkan di antara dua jama’ah (di masjid), kemudian ia melaksanakan shalat yang ditetapkan untuknya, lalu ia diam ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni dosa yang diperbuat antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang lainnya.” (HR. Bukhari no. 883)
Dan hadis Nabi:
وعن ثعلبة بن أبي مالك أنهم كانوا في زمان عمر بن الخطاب يصلون يوم الجمعة حتى يخرج عمر . أخرجه مالك في “الموطأ” (1/103) وصححه النووي في “المجموع” (4/550).
Dari Tsa’labah bin Abi Malik, mereka di zaman ‘Umar bin Al Khottob melakukan shalat (sunnah) pada hari Jum’at hingga keluar ‘Umar (yang bertindak selaku imam). (Disebutkan dalam Al Muwatho’, 1: 103. Dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu’, 4: 550).
Dan hadis Nabi:
وعن نافع قَال : كان ابن عمر يصلي قبل الجمعة اثنتي عشرة ركعة . عزاه ابن رجب في “فتح الباري” (8/329) لمصنف عبد الرزاق .
Dari Naafi’, ia berkata, “Dahulu Ibnu ‘Umar shalat sebelem Jum’at 12 raka’at.” (Dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya 8: 329, dikuatkan oleh Ibnu Rajab dalam Fathul Bari).
Masih banyak lagi riwayat semisal yang menjelaskan adanya shalat sunnah mutlak sebelum shalat Jum’at. Namun tidak benar jika riwayat ini dan semisalnya dijadikan dalil adanya sunnah qabliyah jum’at. Karena seandainya yang dimaksud adalah shalat rawatib tersebut, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah punya kesempatan melakukannya (karena pada zaman nabi azan hanya sekali dan setelah azan beliau langsung khutbah dan sholat) Maka tidak ada waktu untuk shalat sunnah setelah adzan. Jika dilakukan sebelum adzan maka ini tidak bisa dikatakan sebagai shalat qabliyah jumat, tetapi solat sunnah mutlak..
Jika ada yang menyatakan adanya shalat sunnah rawatib sebelum Jum’at, maka kami katakan, “Kapan waktu melakukan shalat tersebut di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Jika dijawab, “setelah adzan”. Maka tidaklah benar karena tidak ada dalil yang mendukungnya. Yang terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah adzan Jum’at hanya sekali.dan setelah azan beliau langsung naik mimbar untuk berkhutbah dan sholat setelah khutbah beliau selesai.
Jika dijawab, “sebelum adzan”. Maka seperti itu bukanlah shalat sunnah rawatib. Itu disebut shalat sunnah mutlak.
Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata:,
وأما سنة الجمعة التي قبلها فلم يثبت فيها شيء
“Adapun shalat sunnah rawatib sebelumm Jum’at, maka tidak ada hadits shahih yang mendukungnya.” (Fathul Bari, 2: 426)
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad menyebutkan,
وكان إذا فرغ بلال من الأذان أخذ النبي صلى الله عليه وسلم في الخطبة ، ولم يقم أحد يركع ركعتين البتة ، ولم يكن الأذان إلا واحدا ، وهذا يدل على أن الجمعة كالعيد لا سنة لها قبلها ، وهذا أصح قولي العلماء ، وعليه تدل السنة ، فإن النبي صلى الله عليه وسلم كان يخرج من بيته ، فإذا رقي المنبر أخذ بلال في أذان الجمعة ، فإذا أكمله أخذ النبي صلى الله عليه وسلم في الخطبة من غير فصل ، وهذا كان رأي عين ، فمتى كانوا يصلون السنة ؟
“Jika bilal telah mengumandangkan adzan Jum’at, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung berkhutbah dan tidak ada seorang pun berdiri melaksanakan shalat dua raka’at kala itu. (Di masa beliau), adzan Jum’at hanya dikumandangkan sekali. Ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at itu seperti shalat ‘ied yaitu sama-sama tidak ada shalat sunnah qobliyah sebelumnya. Inilah di antara pendapat ulama yang lebih tepat dan inilah yang didukung hadits. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah keluar dari rumah beliau, lalu beliau langsung naik mimbar dan Bilal pun mengumandangkan adzan. Jika adzan telah selesai berkumandang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkhutbah dan tidak ada selang waktu (untuk shalat sunnah kala itu). Inilah yang disaksikan di masa beliau. Lantas kapan waktu melaksanakan shalat sunnah (qobliyah Jum’at tersebut)?”
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan pendalilan orang-orang yang menyatakan adanya sunnah Qabliah dan memberi bantahan yang luar biasa bagusnya kepada mereka. (lihat Zadul Ma’ad, 1/417—424). “Sesungguhnya, di antara yang menyebabkan sebagian orang melakukan sholat sunnah Qabliah Jumat yang tidak ada contohnya dari Nabi dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah adanya azan awal sebelum khatib naik mimbar.”
Oleh karena itu, kami tegaskan kembali ucapan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah dalam al-Umm. bahwa azan Jumat yang beliau sukai adalah seperti yang ada di zaman Rasulullah , yaitu satu kali azan ketika Rasulullah naik mimbar.

Jadi ketika kita masuk masjid, jika kita bukan imam, maka lakukanlah shalat tahiyatul masjid dan boleh menambah shalat sunnah dua raka’at tanpa dibatasi. Shalat sunnah tersebut boleh dilakukan sampai imam naik mimbar. Dan shalat sunnah yang dimaksud bukanlah shalat sunnah qobliyah Jum’at, namun shalat sunnah mutlak. (Iqbal Mbr)

Posting Komentar

1 Komentar